PURWAKARTA – Iik (60) beserta keluarga tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur setelah sampai di rumahnya di Desa Margasari Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta. Pasalnya mereka berhasil menyelamatkan diri dari Tsunami Banten.
Diketahui, Pada Sabtu (22/12/2018), Iik bersama anak dan saudaranya Tio (29), Novan (23), Cipto Santoso (25), Ujang Edi (25), Dadang (19) pergi dari Purwakarta menuju Pandeglang Banten untuk menengok ibunya.
Selepas bersilaturahmi mereka memutuskan memancing ikan. Namun nahas, saat memancing ke sekitar Pulau Popole, Pandeglang, Banten, Tsunami terjadi di wilayah tersebut.
“Diajak mancing sama saudara, naik perahu ke tengah laut. Tiba di lokasi (tengah laut) sekitar pukul 21.00 WIB,” kata Iik saat bercerita di depan rumahnya, Rabu (26/12/2018).
Iik mengaku tsunami terjadi sesaat setelah jangkar perahu diturunkan. Sebelum terlihat ombak tsunami, suara gemuruh dan lahar terlihat dari arah gunung anak Krakatau disertai kilatan-kilatan petir.
Tidak lama setelah kail pancing dilemparkan ke arah laut, terlihat gulungan ombak besar mengarah ke perahunya. Dia mengatakan bahwa gelombang air laut selat sunda yang terjadi di hadapannya itu tiba-tiba saja menghantam perahu yang dinaikinya.
Dia dan keluarganya itu tergulung ombak, hingga perahu yang digunakannya terbalik. Bahkan hingga menutup ruang gerak Cipto dan Ujang saat tenggelam. Namun keduanya selamat, saat ada ombak tinggi susulan datang yang membalikan perahu ke posisi normal.
“Kami semuanya tergulung ombak, hingga terdampar di posisi terakhir di Pulau Popole. Setelah saya sadar, saya langsung mencari anak-anak, Alhamdulillah semuanya selamat,” ucapnya.
Para korban selamat itu mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya, karena benturan-benturan benda yang turut tergulung ombak.
Setelah mencoba berkeliling, pulau yang bisa dibilang menyelamatkannya keluarga dari Purwakarta itu ternyata tidak berpenghuni. Pulau yang masih lebat dengan hutan itu memaksa keluarga itu harus berenang menuju pantai Labuan.
Hal tersebut dijelaskan oleh menantu Iik, Ujang yang masih mengingat kuat kejadian memilukan tersebut.
Ujang menyebut bahwa rombongannya berkeliling dan berada di pulau kosong itu hingga Minggu (23/12/2018) pukul 02.00 WIB.
Berbekal potongan kayu dan benda yang mengapung, kesembilan orang itu pun berenang mengarah ke benteng milik PLTU Labuan.
“Enggak ada bantuan, saya bisa ke darat itu maksain aja, berenang bareng-bareng. Sampai sempat putus harapan dan pasrah saat terombang-ambing,” ujarnya sedih sambil meneteskan air mata.
Namun, karena tekad untuk tetap selamat bersama keluarganya, mereka pun akhirnya sampai ke benteng PLTU. Meski masih lelah dan kesakitan, Ujang dan sanak saudaranya itu berjalan kaki menuju keramaian.
Sesampainya di Pantai Labuan, Iik dan yang lainnya langsung menuju rumah ibunya yang telah khawatir menunggu kabar. Setelah rehat sejenak dan berkumpul di rumah, Iik memutuskan untuk segera kembali ke Purwakarta.
“Kami langsung pulang ke Purwakarta karena takut dan trauma ada tsunami susulan. Meski badan masih sakit dan lemas ketakutan,” ucap dia menambahkan.
Saat ditemui, kondisi para korban selamat dari tsunami di selat Sunda itu pun telah kembali pulih dan sebagian sudah melakukan aktivitasnya. Mereka mengaku trauma dan masih ketakutan hingga kini, terutama jika terdengar suara gemuruh dan petir.