PURWAKARTAPOST.CO.ID-Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Iyan Robiansyah M.Sc mengatakan, gunung batu, atau secara ilmiah dikenal dengan inselberg, adalah formasi batuan yang muncul dan menjulang di permukaan bumi.
“Inselberg biasanya terisolasi dari bentang alam sekitarnya dengan tinggi bisa mencapai ratusan meter. Tergantung dari jenis batuan dasarnya, inselberg bisa tersusun dari jenis batu granit, andesit, gneissic, atau yang lainnya,” ujarnya saat di Kampus STIES Darul Ulum Purwakarta, belum lama ini.
Di Purwakarta, kata Iyan, gugusan inselbergs dapat ditemukan di daerah sekeliling Danau Jatiluhur.
“Tersusun dari jenis batuan andesit, sebagian kerucut-kerucut batu ini merupakan masih bagian dari Pegunungan Sanggabuana yang terletak di Kabupaten Karawang,” kata Iyan.
Dijelaskannya, usia dari Inselberg ini diperkirakan telah ada sejak zaman Pliosin atau lebih kurang 4 juta tahun.
“Beberapa inselberg di Purwakarta yang cukup terkenal adalah Gunung Cilalawi (448 m), Gunung Parang (780 m), Gunung Bongkok (900 m), Gunung Lembu (660 m). Gunung Salasih (640 m), Gunung Lesang (470 m), Gunung Haur (570m) dan Gunung Tengah (500 m),” ujarnya.
Karena tersusun dari batu, sambungnya, lapisan tanah yang terdapat di inselberg sangat tipis dan tersebar acak.
“Hal ini menyebabkan tingginya insulasi suhu dan penguapan di daerah ini. Semua kondisi yang ekstrem ini sering menyebabkan inselberg sering menjadi tempat tumbuh jenis-jenis tumbuhan yang khas (endemik) dan berbeda dengan vegetasi di sekitarnya,” kata Iyan.
Di negara lain, jelasnya, seperti Brazil, Madagascar, dan Australia, inselberg memiliki keanekaragaman tumbuhan dan tingkat endemisitas yang tinggi.
“Oleh karena itu, inselberg memiliki nilai yang sangat tinggi bagi konservasi keaneragaman tumbuhan. Selain itu, variasi iklim mikro akibat variasi topografi dan kelembaban tanah yang terdapat pada inselberg dapat menjadi alternatif habitat bagi tumbuhan dalam menghadapi perubahan iklim di masa depan,” katanya.
Hasil survei keanekaragaman tumbuhan di tujuh inselberg di Purwakarta, kata dia, menunjukkan setidaknya terdapat 355 jenis tumbuhan yang berasal dari sekitar 86 suku.
“Empat suku tumbuhan yang mendominasi ketujuh gunung tersebut adalah suku Jarak-jarakan (Euphorbiaceae), Kopi-kopian (Rubiaceae), Kamfer-kamferan (Lauraceae) dan Kacang-kacangan (Leguminosae),” ujarnya.
Lebih lanjut Iyan menjelaskan, terdapat sekitar 8 jenis pohon yang secara internasional dilindungi dan masuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN Red List).
“Kedelapan jenis itu adalah Manggis Hutan (Garcinia indica), Angsana (Pterocarpus indicus) Ki Uncal (Heritiera longipetiolata), dan Psydrax dicoccos yang berstatus rawan (Vulnarable), Palahlar Gunung (Dipterocarpus retusus), Palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang berstatus genting (Endangered), serta dua jenis Shorea sp. yang kemungkinan merupakan catatan baru untuk penyebarannya di Pulau Jawa dan berstatus kritis (Critically Endangered),” katanya.
Dengan keanekaragaman tumbuhan yang tinggi serta adanya jenis-jenis tumbuhan yang langka dan dilindungi, sambung Iyan, maka perlindungan dan konservasi inselberg mutlak diperlukan.
“Kecendrungan inselberg menjadi tujuan wisata alam di Purwakarta semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sehingga perlindungan inselberg dan flora yang terdapat di dalamnya semakin mendesak untuk dilakukan,” ujarnya.
Pembukaan lahan untuk jalan mendaki, pembuangan sampah dan biji-biji tumbuhan bukan jenis asli (alien species), kata Iyan, perlu diatur oleh setiap pengelola wisata agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem.
“Selain itu, pemerintah daerah kabupaten Purwakarta dan pemerintah desa di mana inselberg berada, perlu menerbitkan peraturan atau minimal imbauan mengenai konservasi dan kelestarian inselberg dan keanekaragaman tumbuhannya. Dengan ini semoga kegiatan wisata dan kelestarian alam di setiap inselberg bisa berjalan beriringan,” ucapnya.