PURWAKARTAPOST.CO.ID-Sudah sejak dua tahun lalu Kabupaten Purwakarta menggulirkan Gerakan Ramadhan Toleran. Gerakan tersebut berisi imbauan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Surat Edaran Bupati.
Untuk menghormati warga yang sedang menjalankan ibadah puasa maupun warga yang tidak menjalankan ibadah puasa karena disebabkan berbagai faktor.
Surat Edaran yang disebarkan sejak sebelum memasuki Bulan Ramadhan tersebut dianggap penting sebagai bentuk pelindungan Negara terhadap seluruh elemen masyarakatnya dengan tanpa memperhatikan latar belakang agama dan kepercayaan, juga agar tidak ada kesan Negara mencampuri kadar kemampuan warga masyarakat untuk menjalankan peraturan agama dan kepercayaan yang mereka anut.
Namun dalam menterjemahkan gerakan tersebut pada wilayah realitas, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku banyak mendapatkan tantangan. Salah satunya penolakan dari kelompok masyatakat intoleran atas kebijakan yang dia gulirkan ini.
“Saya sempat disebut gila, goblok, gak mikir dan otak dengkul karena kebijakan saya ini,” tutur Dedi saat ditemui Senin (13/6/2016) di rumah dinasnya Jl Gandanegara No 25 Purwakarta.
Untuk kelangsungan program Gerakan Ramadhan Toleran ini, Bupati yang akrab disapa Kang Dedi tersebut mengaku tidak mempedulikan cemoohan yang dialamatkan kepadanya. Dia menuturkan, dengan berbekal konsistensi seluruh elemen masyarakat Purwakarta pada akhirnya memahami bahwa bukan saja warga yang sedang menjalankan ibadah puasa yang harus dihormati melainkan juga warga yang tidak menjalankan ibadah puasa pun memiliki hak yang sama.
“Hanya saja saat itu Purwakarta masih minim pemberitaan, jadi belum banyak pihak yang mengetahui soal ini,” tutur Dedi
Saat ini ia banyak menerima apresiasi dari kepala daerah yang lain dan tidak sedikit dari mereka yang ingin meniru kebijakannya tersebut. Hanya saja mereka mengaku belum siap ‘perang psikologi’ sehingg belum berani menggulirkan program Ramadhan Toleran diwilayahnya.
“Problem di Indonesia ini kan banyak orang atau kelompok yang merasa berhak merepresentasikan dirinya sebagai penegak syari’at Islam dan itu hanya diyakini oleh orang atau kelompoknya tersebut,” kata Dedi menambahkan.
Saat disinggung soal kasus penyitaan makanan oleh anggota Satpol PP Serang terhadap salah satu rumah makan sederhana di Kota tersebut, Dedi mengatakan bahwa hal tersebut merupakan murni tanggung jawab kepala daerah.
“Kalau Satpol PP itu sekedar menjalankan apa yang menjadi Perda, SK atau Surat Edaran. Tetapi yang harus diperhatikan seringkali memang para petugas tersebut over acting. Saya kira perlakuan mereka terhadap rumah makan itu berlebihan,” pungkasnya.
Seperti telah diberitakan sebelumnya sejak awal Ramadhan ini Pemerintah Kabupaten Purwakarta menyebarkan 500 banner imbauan Ramadhan Toleran. Sembilan kriteria dikecualikan dalam banner tersebut untuk dapat makan di siang hari seperti biasa pada bulan Ramadhan.(rls)