PURWAKARTAPOST.CO.ID-Sejak 25 tahun lalu Sri (51) menjual jamu berjalan kaki menyusuri kota Purwakarta. Dia adalah satu dari sekian banyak penjual jamu gendong di Purwakarta.
Sri yang sehari-hari tinggal di Kampung Karanglayung Kelurahan Nagri Tengah, Purwakarta ini tekun berjualan. Setiap pagi dan sore hari dia mengelilingi Purwakarta. Dari Karanglayung, hingga sekitaran Kaum Jalan Kusumaatmadja dan daerah lain. Dia tidak pernah mengeluh selama 25 tahun menggendong jamu.
Sejak 25 tahun lalu Sri tak memiliki pilihan selain menjual jamu, pasalnya dia hanya lulus Sekolah Dasar (SD). Karenanya dia tak pernah berpikir untuk melamar kerja apalagi ijazahnya hanya lulusan SD. Meski demikian dia tak menyesal lalu bekerja sendiri menjadi penjual jamu. Gelar pendidikan yang dimiliki memotivasi dirinya untuk menyekolahkan tiga orang anaknya hingga lulus kuliah.
“25 tahun jual jamu di Purwakrta, kalau saya tidak sekolah. Anak punya tiga, yang dua sudah lulus kuliah semua, terakhir masih SMP,” tutur Sri dengan logat Jawa-nya, Senin (8/8/2016).
Seluruh biaya kuliah dua anaknya diperoleh dari tabungan selama dia menjual jamu. Setiap hari penghasilan dari berjualan jamu tidak banyak tapi dia tabung. Hasil tabungannya digunakan untuk mengkuliahkan dua anaknya hingga lulus.
“Alhamdulillah keduanya sudah lulus kuliah, sekarang sudah kerja,” kata Sri.
Tidak ada tips khusus bagi Sri untuk menghantarkan dua anaknya kuliah. Dia hanya menjalankan hidup dengan keperihatinan. Karena dia sadar dia ingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan yang lebih baik dari dirinya.
“Istilahnya prihatin, makan asal makan saja. Anaku jangan sampai sama seperti orang tuanya, biarpun orang tuanya cuma lulus SD, anak-anak harus kuliah,” timpalnya.
Kisah hidup Sri penjual jamu gendong menjadi cermin pentingnya pendidikan bagi anak-anak. Hidup prihatin mengajarkan banyak pilihan untuk mengedepankan pendidikan terbaik bagi anak.